Hari Sebelum Puasa
Bercerita tentang Feri(23) anak bungsu dari dua
bersaudara yang tinggal disuatu daerah di tanah Pasundan.
Suatu hari ia diberi wasiat oleh mendiang ibunya untuk
membuat sesajen sehari sebelum bulan puasa. Feri yang
merasa diberikan wasiat itu mencoba untuk memenuhinya
setahun setelah sang ibu wafat.
Tetapi Feri memiliki masalah, yaitu ia tidak memahami
tentang pembuatan sesajen yang dimaksud oleh sang Ibu. Lalu
ia mencoba menelfon kakaknya Galih(26)seorang karyawan
swasta yang yang juga pribadi yang sangat religius. Galih
yang sudah 1 tahun bekerja di luar kota diminta untuk pulang
oleh Feri. Sesampainya dirumah Feri menceritakan semua
kegundahan terutama tentang Sajen yang diminta oleh sang
Ibu, Galih yang mendengar hal itu langsung menolaknya
dengan keras, tetapi Feri terus berusaha membujuk dan
menjelaskan bahwa ini adalah wasiat sang ibu, di sisi lain
ia mengatakan bahwa hanya Galih yang mengetahui tentang
pembuatan Sajen ini karena sering membantu Ibu mereka untuk
membuatnya. Perdebatan terus terjadi Galih yang tetap
merasa bahwa itu tidak sesuai dengan ajaran Agama yang
dianutnya tetapi Feri terus berkata bahwa ini tidak ada
sangkut pautnya dengan agama, ini hanya wasiat dari sang
Ibunda dan ia merasa harus memenuhinya. Hingga akhirnya
setelah melalui perdebatan panjang, dengan berat hati Galih
sepakat untuk membuat sesajen itu. Mereka berdua pun
berhasil menyelesaikan sesajen itu lalu menutup satu hari
sebelum puasa dengan makan sore bersama.
Ditengah suasana makan sore itu Feri tiba-tiba terdiam
senyum melihat dia dan Galih bisa berkumpul kembali sambil
menatap sesajen yang ia letakan ditempat duduk kesukaan
ibunya, ia pun mengangguk dan memamami akan maksud wasiat
sang ibu yang sebenarnya.